Kekerasan dan Eksploitasi: Pekerja Rumah Tangga Terancam

Kekerasan dan Eksploitasi: Pekerja Rumah Tangga Terancam
Sumber: Liputan6.com

Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyoroti tingginya angka kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi terhadap pekerja rumah tangga (PRT). Berdasarkan data Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2020-2024, setidaknya 128 PRT menjadi korban kekerasan.

Anggota Komnas Perempuan, Irwan Setiawan, menekankan data ini menggambarkan relasi kerja PRT yang timpang, tanpa pengakuan, dan tanpa jaminan keadilan. Kondisi ini menuntut adanya perlindungan hukum yang lebih kuat bagi kelompok pekerja rentan ini.

Pekerja Rumah Tangga: Kelompok Paling Rentan Terhadap Kekerasan

Sejumlah kasus kekerasan terhadap PRT terdokumentasi dengan baik oleh Komnas Perempuan. Salah satunya adalah kasus PRT di Jakarta yang menjadi korban perdagangan orang dan mengalami kekerasan seksual sejak hari pertama bekerja.

Kasus tersebut tidak pernah diproses secara hukum dan diselesaikan di luar jalur hukum, tanpa mempertimbangkan hak dan pemulihan korban. Hal ini menunjukkan lemahnya sistem perlindungan bagi PRT di Indonesia.

Desakan Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga

Komnas Perempuan merekomendasikan agar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) segera disahkan.

Anggota Komnas Perempuan, Devi Rahayu, mengatakan pengesahan RUU PPRT merupakan langkah krusial dalam melindungi hak asasi manusia dan menjamin keadilan sosial bagi semua warga negara. Ini juga langkah konkret untuk menghapus ketidakadilan struktural yang dialami PRT.

Ketua Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, berharap Hari PRT Internasional yang diperingati setiap tanggal 6 Juni dapat menjadi momentum untuk mendorong pengesahan RUU PPRT. Pengesahan RUU ini sangat penting mengingat kontribusi besar PRT dalam sektor kerja perawatan.

Peran Penting PRT dalam Ekonomi Perawatan dan Tantangan Formalisasi

PRT memfasilitasi partisipasi perempuan di ruang publik melalui peran mereka dalam kerja perawatan domestik. Kerja perawatan yang mereka lakukan merupakan bagian penting dari ekonomi perawatan (care economy).

Meskipun demikian, PRT hingga kini belum diakui secara formal dan belum mendapatkan perlindungan serta penghargaan yang memadai. Kondisi ini perlu segera diatasi melalui regulasi yang kuat.

Presiden Prabowo Subianto telah berjanji untuk segera menyelesaikan pembahasan dan mengesahkan RUU PPRT. Namun, Ketua Badan Legislasi DPR RI, Bob Hasan, menekankan pentingnya proses pengesahan yang sah dan substantif, bukan sekadar mengejar target waktu.

Bob Hasan menjelaskan bahwa proses penyusunan RUU PPRT melibatkan berbagai dinamika politik dan perlu pertimbangan matang agar tidak tumpang tindih dengan regulasi lain. Baleg masih mengkaji interseksi RUU PPRT dengan berbagai undang-undang yang relevan.

Ia menegaskan pentingnya memastikan undang-undang yang disahkan benar-benar sah dan substantif. Proses legislasi harus teliti agar tujuan perlindungan bagi PRT dapat tercapai secara optimal.

Kesimpulannya, kasus kekerasan terhadap PRT yang tinggi menyoroti urgensi pengesahan RUU PPRT. RUU ini bukan hanya sekadar regulasi, tetapi merupakan langkah penting dalam memberikan perlindungan hukum dan keadilan bagi kelompok pekerja rentan ini serta mengakui kontribusi besar mereka dalam ekonomi perawatan. Proses pengesahan yang cermat dan komprehensif diharapkan dapat menghasilkan undang-undang yang efektif dan berdampak positif bagi kehidupan para PRT di Indonesia.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *