Polusi Debu Batubara Marunda: Warga Lelah Berjuang Minta Keadilan

Polusi Debu Batubara Marunda: Warga Lelah Berjuang Minta Keadilan
Sumber: Liputan6.com

Penduduk Marunda, Jakarta Utara, kembali berjuang melawan polusi udara yang disebabkan oleh aktivitas bongkar muat batu bara di Pelabuhan Marunda. Debu hitam menempel di rumah-rumah, jendela, dan ubin. Bau tajam dan udara berat kembali mengganggu kehidupan warga yang sebelumnya sempat merasakan sedikit perbaikan kualitas udara.

Cecep Supriadi, warga Rusunawa Marunda sejak 2017, menceritakan bagaimana debu hitam mulai masuk ke rumahnya sejak awal 2022. Ia dan keluarganya telah hidup berdampingan dengan polusi selama bertahun-tahun.

Debu Batu Bara dan Dampak Kesehatan

Bukan hanya debu hitam yang menjadi masalah. Asap dari aktivitas bongkar muat batu bara menyebabkan berbagai masalah kesehatan bagi warga. Banyak yang mengalami penyakit kulit, gangguan pernapasan seperti Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), dan iritasi mata.

Anak-anak pun tak luput dari dampak buruk polusi. Mereka tidak dapat bermain di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) karena udara yang tidak sehat.

Kehidupan warga berubah drastis. Jendela dan pintu rumah harus selalu tertutup rapat. Aktivitas luar ruangan dibatasi. Warga yang dulunya sering berkumpul di luar, kini lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah.

Polusi udara tak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga aspek sosial warga Marunda. Mereka merasa terkurung dan terbatas dalam beraktivitas.

Perjuangan Warga dan Temuan Pelanggaran

Awalnya, warga tidak mengetahui sumber polusi. Namun, surat dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengungkap bahwa pencemaran berasal dari kegiatan bongkar muat batu bara yang dilakukan oleh perusahaan yang melanggar aturan.

Tercatat sedikitnya 32 pelanggaran yang dilakukan perusahaan tersebut. Pelanggaran tersebut meliputi standar operasional hingga pengelolaan limbah udara.

Bersama LBH Jakarta, WALHI, Greenpeace, dan JATAM, warga membentuk koalisi untuk menyuarakan keresahan mereka. Mereka telah melakukan beberapa kali audiensi ke berbagai instansi terkait.

DLH DKI dan BRIN sempat memasang alat pemantau kualitas udara. Namun, alat tersebut hanya dipasang dalam waktu singkat.

Harapan Warga dan Tuntutan Pengawasan yang Lebih Ketat

Meskipun sempat dihentikan, aktivitas bongkar muat batu bara kembali beroperasi setelah izin amdal dikeluarkan. Polusi kembali muncul, meskipun tidak separah sebelumnya.

Didi Suwandi, Ketua Forum Masyarakat Rusunawa Marunda (FMRM), menyatakan keprihatinannya terhadap lemahnya pengawasan dari instansi terkait, seperti Dinas Lingkungan Hidup, Kementerian Lingkungan Hidup, dan KSOP Marunda.

Ia menekankan bahwa masalah ini bukan hanya soal debu, tetapi juga soal kegagalan pengawasan. Didi meminta pengawasan yang lebih ketat di kawasan industri yang dekat dengan permukiman.

Menteri Lingkungan Hidup sempat mengunjungi Marunda. Namun, hingga kini belum ada tindakan konkret yang dirasakan warga.

Warga menuntut evaluasi izin aktivitas bongkar muat bahan curah yang berpotensi mencemari udara. Sistem peringatan dini juga dibutuhkan untuk mencegah dampak buruk polusi bagi kesehatan warga.

Permasalahan polusi udara di Marunda menyoroti pentingnya pengawasan lingkungan dan prioritas kesehatan warga. Semoga pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan masalah ini dan mencegah tragedi serupa di masa depan.

Pos terkait