Korea Utara, negara yang dikenal tertutup dari dunia luar, ternyata memiliki kehidupan digital yang cukup berkembang. Warganya menggunakan *smartphone*, namun dengan kendali dan pembatasan ketat dari pemerintah.
Baru-baru ini, sebuah *smartphone* Korea Utara berhasil diselundupkan keluar negeri. Temuan ini memberikan gambaran menarik sekaligus mengkhawatirkan tentang pengawasan ketat pemerintah terhadap warganya.
Smartphone Korea Utara: Bendera sebagai Layar Awal
Saat dinyalakan, *smartphone* ini menampilkan bendera Korea Utara sebagai layar awal. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya simbol nasionalisme yang dipropagandakan pemerintah.
Meskipun merek *smartphone* tersebut tidak terlihat jelas, desain dan fungsinya menunjukkan kustomisasi khusus untuk memenuhi standar ketat pemerintah. Sistem operasi dan aplikasinya dirancang untuk meminimalisir akses ke informasi dari luar negeri.
Sensor Kata Kunci dan Pembatasan Informasi
Salah satu fitur yang menonjol adalah sensor kata kunci otomatis. Kata-kata tertentu yang dianggap sensitif akan diblokir atau diubah.
Kata “Oppa,” misalnya, yang di Korea Selatan digunakan sebagai sebutan sayang untuk pacar, diubah menjadi “Kamerad” dan disertai peringatan. Kata “Korea Selatan” pun diblokir dan secara otomatis diganti dengan “negara boneka.”
Pembatasan ini menunjukkan upaya pemerintah untuk mengontrol narasi dan mencegah akses ke budaya populer Korea Selatan yang dianggap sebagai pengaruh negatif. Informasi yang dianggap bertentangan dengan ideologi negara dikontrol secara ketat.
Pengaruh Ideologi Pemerintah
Sistem sensor kata kunci yang canggih mencerminkan upaya pemerintah untuk membatasi akses informasi dan menjaga kontrol ideologi. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kontrol informasi dalam mempertahankan kekuasaan rezim.
Dengan memblokir kata-kata tertentu, pemerintah berupaya mencegah penyebaran ide-ide yang dianggap berbahaya bagi stabilitas politik. Ini merupakan bentuk pengendalian informasi yang sangat ketat.
Pengawasan Melalui Screenshot Otomatis
Fitur yang paling mengkhawatirkan adalah kemampuan *smartphone* untuk secara diam-diam mengambil *screenshot* setiap lima menit.
Gambar-gambar *screenshot* ini disimpan dalam folder tersembunyi yang tidak dapat diakses oleh pengguna. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan pengawasan yang masif terhadap aktivitas harian warga.
Pemerintah kemungkinan besar menggunakan *screenshot* tersebut untuk memantau aktivitas online warganya, termasuk percakapan, pencarian informasi, dan aktivitas media sosial. Ini menunjukkan tingkat pengawasan yang sangat tinggi.
Kesimpulannya, *smartphone* Korea Utara yang diselundupkan ini memberikan gambaran nyata tentang kehidupan digital yang terkontrol ketat di bawah rezim Kim Jong Un. Kendali informasi yang ketat melalui sensor kata kunci dan pengawasan *screenshot* otomatis menjadi bukti upaya pemerintah untuk menjaga kekuasaan dan ideologi negara. Kehidupan digital di Korea Utara bukanlah tentang kebebasan, melainkan tentang pengawasan dan kontrol.





