Bonus Rp1 Miliar Persib Belum Cair? Sekda Jabar Beber Fakta

Bonus Rp1 Miliar Persib Belum Cair? Sekda Jabar Beber Fakta
Sumber: Poskota.co.id

Persib Bandung, juara Liga 1 musim 2024/2025, mendapat janji bonus Rp1 miliar dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, setelah pawai kemenangan di Bandung. Namun, realisasinya jauh dari ekspektasi, memicu kontroversi dan penolakan dari manajemen Persib.

Hanya Rp365 juta yang terkumpul, berasal dari sumbangan sukarela ASN Jawa Barat. Ketidaksesuaian ini menimbulkan kekecewaan dan pertanyaan seputar akuntabilitas dan transparansi pemerintahan daerah.

Janji Bonus yang Tak Terpenuhi

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, secara terbuka berjanji memberikan bonus Rp1 miliar kepada Persib Bandung. Pernyataan ini disambut antusias oleh Bobotoh dan publik.

Namun, dana yang terkumpul hanya Rp365 juta, hasil sumbangan sukarela ASN. Hal ini jauh berbeda dari janji yang disampaikan sebelumnya.

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, menjelaskan bahwa pengumpulan dana bersifat sukarela. Tidak ada paksaan bagi ASN untuk menyumbang.

Pernyataan tersebut dianggap tidak cukup oleh manajemen Persib dan memicu kontroversi yang lebih luas.

Penolakan Manajemen Persib dan Reaksi Publik

Manajer Persib, Umuh Muchtar, dengan tegas menolak dan mengembalikan dana Rp365 juta.

Keputusan ini diambil untuk menghindari kesalahpahaman dan prasangka negatif dari Bobotoh. Manajemen khawatir publik akan menganggap Persib telah menerima bonus penuh sesuai janji awal.

Umuh Muchtar menekankan pentingnya integritas dan konsistensi janji pemerintah. Pernyataan tersebut disampaikan secara terbuka di depan publik.

Langkah Persib ini mendapat dukungan luas dari Bobotoh yang mengapresiasi keputusan klub tersebut.

Aspek Etika dan Akuntabilitas Pemerintahan

Kontroversi ini bukan hanya soal uang, tetapi juga menyoroti etika dan akuntabilitas dalam pemerintahan.

Janji publik harus didasari perhitungan anggaran yang realistis. Ketidaktepatan janji dapat merusak kepercayaan masyarakat.

Dr. Hendra Kurniawan, pakar kebijakan publik Universitas Padjadjaran, menegaskan pentingnya akuntabilitas komunikasi pejabat publik.

Ia juga menekankan pentingnya transparansi mengenai sumber dana. Jika menggunakan sumbangan sukarela, hal itu harus dijelaskan sejak awal kepada publik.

Beberapa ASN juga mempertanyakan mekanisme pengumpulan dana sukarela, khawatir sumbangan tersebut dianggap wajib.

Herman Suryatman menegaskan kembali bahwa sumbangan bersifat sepenuhnya sukarela dan tidak ada paksaan.

Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah daerah untuk lebih berhati-hati dalam berkomitmen dan berkomunikasi dengan publik.

Praktisi komunikasi politik, Asep Sulaeman, menilai wajar jika publik kecewa karena realisasi jauh dari janji yang disampaikan.

Ia menyarankan agar pejabat publik tidak terburu-buru mengumumkan angka tanpa perhitungan matang.

Bagi Persib, penolakan bonus bertujuan untuk menjaga reputasi klub dan hubungan baik dengan Bobotoh. Manajemen ingin menghindari perpecahan opini publik.

Persib berharap polemik ini segera berakhir agar fokus kembali tertuju pada persiapan Piala Presiden 2025.

Kontroversi ini menunjukkan tantangan pemerintah dalam mengelola persepsi publik. Komunikasi strategis berbasis fakta sangat penting untuk menghindari krisis kepercayaan.

Ke depan, diharapkan hubungan antara pemerintah dan Persib tetap harmonis, dengan komunikasi yang lebih transparan dan realistis.

Semoga kasus ini menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak agar prestasi olahraga tidak ternoda oleh persoalan administratif yang seharusnya bisa dihindari.

Pos terkait