Polemik penambangan nikel di Raja Ampat yang diduga merusak lingkungan telah menarik perhatian internasional. Media Vietnam, *VN Express*, bahkan memuat artikel berjudul “Ekstraksi nikel mengancam wisata di ekonomi terbesar di Asia Tenggara” pada 10 Juni 2025. Artikel tersebut menyoroti dampak negatif aktivitas pertambangan terhadap destinasi wisata terkenal tersebut.
Raja Ampat, dengan keanekaragaman hayati laut dan darat yang luar biasa, telah diakui UNESCO sebagai Geopark Global. Keindahan alam bawah lautnya yang memesona menjadikannya tujuan wisata utama penyelam dunia.
Ancaman Penambangan Nikel terhadap Ekosistem Raja Ampat
Sayangnya, kegiatan penambangan nikel telah menyebabkan dampak lingkungan yang signifikan. Sedimen dan lumpur dalam jumlah besar mengalir ke laut, membuat perairan pantai menjadi keruh.
Pencemaran ini mengancam ekosistem terumbu karang yang vital. Terumbu karang, yang menopang lebih dari 75 persen spesies karang di dunia, terancam mati karena terkubur sedimen.
Sedimentasi mengganggu pertukaran nutrisi dan proses biologis di laut. Hal ini mengancam kehidupan laut dan merusak ekosistem secara keseluruhan.
Dampak terhadap Pariwisata dan Penduduk Lokal
Kerusakan lingkungan ini berdampak langsung pada sektor pariwisata Raja Ampat. Kejernihan air yang menurun dan berkurangnya keanekaragaman hayati mengurangi daya tarik bagi wisatawan.
Penurunan jumlah wisatawan berdampak pada pendapatan penduduk lokal. Operasi menyelam, *homestay*, dan penyedia layanan perahu terpengaruh secara signifikan.
Masyarakat lokal, termasuk suku Kawei, serta asosiasi pariwisata, telah secara aktif menyuarakan penolakan terhadap aktivitas pertambangan. Mereka meminta penghentian operasi penambangan.
Organisasi internasional pun turut mendesak pemerintah Indonesia untuk memperketat peraturan lingkungan. Mereka meminta penegakan hukum yang lebih tegas dan larangan penambangan di zona terumbu karang.
Pencabutan IUP dan Tanggapan Berbagai Pihak
Presiden Prabowo Subianto telah mengambil tindakan tegas. Pada 10 Juni 2025, beliau mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel empat dari lima perusahaan di Raja Ampat.
Empat perusahaan yang IUP-nya dicabut adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Melia Raymond Perkasa, dan PT Kawai Sejahtera Mining. Aktivitas mereka dinilai melanggar aturan lingkungan di kawasan geopark.
Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai keputusan Presiden Prabowo tepat dan berpandangan jauh ke depan. Keputusan ini dianggap penting untuk menjaga stabilitas keamanan dan kelestarian lingkungan Raja Ampat.
Fahmi juga menekankan bahwa Perpres No. 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan merupakan langkah preventif. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mencegah konflik sosial dan degradasi ekologis.
Greenpeace Indonesia turut menyambut baik pencabutan IUP tersebut. Kiki Taufik, Kepala Global Greenpeace untuk Kampanye Hutan Indonesia, menyebutnya sebagai kemenangan gerakan masyarakat sipil dan masyarakat adat Papua.
Namun, Greenpeace tetap mendesak perlindungan penuh dan permanen untuk ekosistem Raja Ampat. Mereka meminta pencabutan semua izin pertambangan, baik yang aktif maupun tidak aktif.
Pemantauan Langkah Restorasi dan Kesimpulan
Greenpeace mengajak masyarakat untuk mengawasi langkah pemerintah dalam memulihkan daerah yang rusak akibat pertambangan. Pemulihan tersebut harus mengembalikan fungsi ekologis kawasan tersebut.
Kejadian ini menyoroti pentingnya keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Raja Ampat, sebagai aset berharga Indonesia, membutuhkan perlindungan yang lebih ketat untuk menjaga kelestariannya bagi generasi mendatang. Peran aktif masyarakat sipil dan pengawasan publik tetap krusial dalam memastikan keberhasilan upaya restorasi dan perlindungan lingkungan.





