Iran tengah mempertimbangkan penutupan Selat Hormuz sebagai respons atas serangan Amerika Serikat (AS) terhadap beberapa situs nuklirnya. Parlemen Iran dilaporkan mendukung langkah tersebut, dan keputusan akhir kini berada di tangan badan keamanan tertinggi negara tersebut. Ancaman penutupan ini menimbulkan kekhawatiran global akan dampaknya terhadap perdagangan internasional dan harga minyak dunia.
Selat Hormuz, jalur air sempit yang menghubungkan Teluk Persia dengan Laut Arab, merupakan salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia. Penutupan selat ini akan berdampak sangat signifikan pada ekonomi global.
Ancaman Penutupan Selat Hormuz dan Dampaknya
Iran telah beberapa kali mengancam untuk menutup Selat Hormuz di masa lalu, tetapi belum pernah benar-benar melaksanakannya. Namun, dukungan parlemen terhadap langkah ini menunjukkan keseriusan ancaman tersebut.
Penutupan Selat Hormuz akan berdampak langsung pada pasokan minyak global. Sekitar seperlima dari konsumsi minyak dunia melewati jalur ini setiap harinya. Hal ini berpotensi memicu lonjakan harga minyak secara drastis.
Tidak hanya minyak mentah, penutupan Selat Hormuz juga akan mengganggu perdagangan barang lainnya. Jalur ini menjadi akses utama bagi banyak negara untuk mengimpor dan mengekspor berbagai komoditas. Gangguan distribusi ini akan memicu ketidakstabilan ekonomi global.
Peran Strategis Selat Hormuz dalam Perdagangan Global
Selat Hormuz memiliki lebar hanya 33 kilometer pada titik tersempitnya, dengan jalur pelayaran yang lebih sempit lagi. Hal ini membuat selat tersebut sangat rentan terhadap gangguan.
Negara-negara anggota OPEC, termasuk Arab Saudi, Iran, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Irak, sangat bergantung pada Selat Hormuz untuk mengekspor minyak mentah mereka. Sebagian besar ekspor mereka menuju ke pasar Asia.
Selain minyak, Qatar sebagai salah satu eksportir gas alam cair (LNG) terbesar dunia juga mengirimkan hampir seluruh LNG-nya melalui Selat Hormuz. Penutupan selat ini akan secara langsung mempengaruhi ketersediaan energi global.
UEA dan Arab Saudi telah berupaya mencari rute alternatif untuk mengurangi ketergantungan mereka pada Selat Hormuz. Namun, rute alternatif ini belum mampu menggantikan kapasitas jalur laut yang melalui selat tersebut.
Sejarah Ketegangan dan Konflik di Selat Hormuz
Selat Hormuz memiliki sejarah panjang konflik dan ketegangan. Perang Iran-Irak (1980-1988) misalnya, menandai periode di mana kedua negara saling mengganggu pengiriman minyak satu sama lain.
Insiden penembakan pesawat Iran oleh kapal perang AS pada Juli 1988 juga meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut. Insiden ini hingga kini masih menjadi perdebatan hingga saat ini.
Pada tahun 2012, Iran mengancam penutupan Selat Hormuz sebagai respons atas sanksi internasional. Sejumlah insiden penyerangan terhadap kapal tanker di sekitar Selat Hormuz pun pernah terjadi.
Sejak tahun 2023 dan 2024, beberapa kapal telah disita Iran di sekitar Selat Hormuz. Beberapa penyitaan ini terkait dengan penangkapan tanker yang diduga terkait dengan Iran oleh AS.
Serangan terhadap kapal kargo di Selat Hormuz secara konsisten menimbulkan kekhawatiran tentang potensi gangguan terhadap perdagangan minyak global. Ketegangan ini menjadi ancaman nyata bagi stabilitas ekonomi dunia.
Seruan AS kepada Iran agar tidak menutup Selat Hormuz menunjukkan betapa krusialnya jalur pelayaran ini bagi perekonomian global. Respons Iran terhadap tekanan internasional akan sangat menentukan perkembangan situasi di masa mendatang. Kondisi ini perlu dipantau secara ketat mengingat potensi dampaknya yang besar terhadap stabilitas geopolitik dan ekonomi dunia.
