Misteri Keracunan Peserta MBG Akhirnya Terungkap!

Misteri Keracunan Peserta MBG Akhirnya Terungkap!
Sumber: Detik.com

Kasus keracunan makanan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di beberapa wilayah Indonesia, seperti Cianjur, Bogor, Tasikmalaya, Batang, dan Sumatera Selatan, telah menjadi perhatian serius. Badan Gizi Nasional (BGN) pun telah mengungkap sejumlah penyebabnya dan mengambil langkah-langkah pencegahan.

Kepala BGN, Dadan Hindayana, menjelaskan beberapa faktor yang berkontribusi pada insiden keracunan ini. Penanganan yang tepat dan langkah-langkah perbaikan menjadi fokus utama untuk memastikan keamanan dan kualitas program MBG ke depannya.

Penyebab Keracunan Program MBG

Beberapa faktor penyebab keracunan dalam program MBG telah diidentifikasi oleh BGN. Hal ini meliputi kualitas bahan baku, proses pengolahan, dan distribusi makanan.

Bahan baku yang tidak layak konsumsi menjadi salah satu penyebab utama. BGN telah meningkatkan seleksi bahan baku agar lebih segar dan berkualitas tinggi.

Proses pengolahan yang terlalu lama juga menjadi masalah. Hal ini terbukti dari kejadian di Sukoharjo, Pali (Sumatera Selatan), Bandung, dan Tasikmalaya. BGN kini meminta agar waktu memasak dan penyiapan makanan di SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) diperpendek.

Distribusi makanan yang terlambat juga berkontribusi, seperti yang terjadi di Batang. Oleh karena itu, BGN meningkatkan protokol keamanan distribusi dan menetapkan batas toleransi waktu antara penerimaan dan konsumsi makanan di sekolah.

Uji organoleptik, meliputi pemeriksaan tampilan, aroma, rasa, dan tekstur makanan, kini diwajibkan. Makanan yang menunjukkan perubahan pada aspek-aspek tersebut harus diganti.

BGN juga menemukan pola tertentu terkait kasus keracunan yang terjadi di beberapa daerah. Keracunan sering terjadi pada SPPG yang sudah beroperasi selama 3-4 bulan. Untuk mengatasi ini, BGN mewajibkan pelatihan ulang bagi penjamah makanan setiap dua bulan.

Langkah Pencegahan BGN

Berbagai upaya pencegahan telah dan akan terus dilakukan BGN untuk mencegah terulangnya kasus keracunan. Hal ini mencakup peningkatan standar operasional dan pelatihan bagi petugas.

Standar baru ditetapkan untuk SPPG, termasuk sertifikasi SPPG. Pemilihan menu gizi kini dilakukan oleh ahli gizi di setiap SPPG setiap minggunya.

Bahan baku diperiksa setiap bulan oleh Dinas Ketahanan Pangan. Standar SPPG juga diperbaiki, mulai dari alat masak hingga desain dapur yang lebih higienis.

Dapur SPPG didesain sehigienis mungkin, bahkan beberapa menggunakan epoxy dan tanpa sekat antar lantai. Peralatan berbasis stainless steel juga diwajibkan.

SPPG dirancang berbasis semi industri. Mitra katering harus meningkatkan fasilitas, termasuk ruang penyimpanan basah dan kering, lemari pendingin, dan peralatan pemotong yang terpisah untuk mencegah kontaminasi silang.

Sertifikasi untuk SPPG sedang disusun, mencakup laik higienisanifikasi dan sertifikasi HACCP. Targetnya, sertifikasi ini diterapkan paling lambat Juli 2025.

Pelatihan dan Peningkatan Kapasitas

Pelatihan rutin untuk penjamah makanan menjadi kunci pencegahan. Kerja sama dengan berbagai pihak terkait, termasuk Dinas Kesehatan dan ahli lingkungan, dilakukan untuk memastikan pelatihan yang komprehensif.

Pelatihan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para penjamah makanan dalam hal kebersihan, keamanan pangan, dan pengolahan makanan yang tepat. Hal ini diharapkan dapat meminimalisir risiko keracunan.

Selain itu, BGN juga terus melakukan evaluasi dan monitoring secara berkala terhadap SPPG untuk memastikan kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan. Respon cepat terhadap laporan dan investigasi menyeluruh terhadap setiap kejadian keracunan juga dilakukan.

Dengan berbagai upaya yang dilakukan, BGN berharap dapat mencegah kejadian serupa dan memastikan program MBG berjalan dengan aman dan memberikan manfaat gizi bagi anak-anak sekolah.

Komitmen BGN terhadap perbaikan berkelanjutan dan peningkatan kualitas program MBG menjadi kunci keberhasilan dalam mencegah keracunan makanan di masa mendatang. Transparansi dan kolaborasi dengan berbagai pihak terkait juga sangat penting dalam menjaga kualitas program ini.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *