Pencemaran udara di wilayah Jabodetabek semakin mengkhawatirkan. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pun bergerak cepat dengan memperketat pengawasan sektor industri dan transportasi sebagai sumber utama polusi. Analisis KLH/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) menunjukkan bahwa kendaraan bermotor menjadi penyumbang emisi terbesar, mencapai 32-41 persen di musim hujan dan meningkat hingga 42-57 persen di musim kemarau. Kondisi ini tentu saja membutuhkan langkah konkret dan terpadu untuk mengatasi permasalahan yang semakin memburuk ini.
Mitigasi Emisi Transportasi: Menuju Udara yang Lebih Bersih
KLH berkomitmen untuk memantau dan mengurangi kualitas udara secara berkala. Pengawasan ketat terhadap seluruh sumber emisi pencemar udara menjadi prioritas utama. Data Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Ambien (SPKUA) menunjukkan tingginya angka Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) di beberapa wilayah Jabodetabek selama periode 1 April hingga 12 Juni 2025. Beberapa daerah seperti Bekasi dan Jakarta mencatat ISPU “Tidak Sehat” selama puluhan hari.
Untuk mengatasi hal ini, KLH menerbitkan Surat Edaran Nomor 07 Januari 2025 tanggal 4 Juni 2025. Surat edaran ini berisi panduan mitigasi bersama yang melibatkan berbagai pihak.
KLH mendorong percepatan penggunaan bahan bakar rendah sulfur (setara Euro-4). Targetnya adalah 24 persen untuk bensin dan 10 persen untuk solar hingga akhir tahun 2025.
Kerja sama dengan Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan PT Pertamina sangat penting untuk merealisasikan target tersebut. Uji emisi kendaraan juga akan ditingkatkan dengan dukungan Kementerian Perhubungan, pemerintah daerah, dan Polri.
Mitigasi Emisi Industri: Pengawasan Ketat dan Sanksi Tegas
KLH/BPLH juga fokus pada mitigasi emisi industri. Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, telah mengunjungi Kilang Balongan untuk meninjau kesiapan distribusi bahan bakar rendah sulfur.
KLH/BPLH mewajibkan industri untuk menggunakan Continuous Emissions Monitoring System (CEMS) hingga 80 persen dan alat pengendali emisi hingga 21 persen pada akhir 2025. Percepatan konversi bahan bakar ke LNG juga terus didorong.
Inspeksi langsung telah dilakukan terhadap 134 tenant industri di DKI Jakarta dan Bekasi. Rencananya, pengawasan akan diperluas ke 48 kawasan industri di Jabodetabek. Sanksi tegas berupa proses hukum telah diberikan kepada 13 industri yang melanggar aturan pencemaran udara.
Perlindungan Kesehatan Masyarakat dan Kolaborasi Berkelanjutan
Surat Edaran Nomor 07 Tahun 2025 juga berisi imbauan kepada masyarakat untuk mengurangi aktivitas luar ruangan ketika ISPU di atas 100, dan tetap berada di dalam ruangan jika ISPU di atas 200. Penggunaan masker N95/KN95 sangat dianjurkan, terutama bagi kelompok rentan.
Pemerintah dan swasta didorong untuk menyediakan ruang publik sehat dan masker bersubsidi. Hanif Faisol menekankan pentingnya kolaborasi untuk menciptakan udara bersih sebagai bagian dari hak asasi manusia.
KLH/BPLH juga menangani masalah pembakaran terbuka dengan menerbitkan surat edaran kepada Kementerian Pertanian, pemerintah daerah, dan Polri. Sanksi paksa akan dikenakan kepada 343 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang tidak memenuhi standar operasional. Penggunaan SOP pencegahan debu pada proyek konstruksi dan penanaman pohon di lokasi proyek juga didorong. Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) pun dilakukan bersama BMKG untuk mengurangi dampak pencemar sekunder.
Upaya-upaya komprehensif ini diharapkan dapat secara efektif menurunkan tingkat polusi udara di Jabodetabek dan menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi seluruh masyarakat. Kolaborasi antar kementerian, pemerintah daerah, pihak swasta, dan masyarakat sangat krusial dalam keberhasilan program ini. Keberhasilan jangka panjang membutuhkan komitmen bersama dan pengawasan berkelanjutan.