Modus Korupsi RPTKA Kemenaker Terungkap: KPK Selidiki Sejak 2012

Modus Korupsi RPTKA Kemenaker Terungkap: KPK Selidiki Sejak 2012
Sumber: Liputan6.com

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengungkap praktik korupsi dalam pengurusan izin Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang telah berlangsung sejak tahun 2012. Hal ini terungkap setelah KPK melakukan kajian menyeluruh terhadap sistem layanan Izin Mempekerjakan TKA (IMTA), yang kini telah berganti nama menjadi Rencana Pengurusan TKA (RPTKA).

Kajian tersebut menghasilkan sejumlah rekomendasi penting untuk Kemenaker, namun sayangnya, celah-celah yang memungkinkan praktik korupsi tersebut kembali muncul dalam modus operandi dugaan tindak pidana korupsi yang kini sedang diselidiki KPK.

Modus Korupsi RPTKA di Kemenaker Sejak 2012

Sejak tahun 2012, Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK telah mengidentifikasi modus korupsi dalam pengurusan IMTA/RPTKA di Kemenaker. KPK telah memberikan sejumlah rekomendasi kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi saat itu.

Rekomendasi tersebut mencakup penutupan ruang diskresi yang berpotensi transaksional, pembangunan sistem layanan *one stop service*, pengoptimalan pengawasan internal, dan penguatan sistem teknologi informasi untuk transparansi dan efisiensi layanan.

Pengungkapan Delapan Tersangka dan Total Kerugian Negara

Pada 5 Juni 2025, KPK menetapkan delapan tersangka dalam kasus pemerasan pengurusan RPTKA di Kemenaker. Para tersangka, yang terdiri dari ASN di Kemenaker, diduga telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari tahun 2019 hingga 2024.

Tersangka yang ditetapkan adalah Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad. Mereka diduga melakukan pemerasan kepada agen TKA yang membutuhkan RPTKA.

RPTKA merupakan dokumen penting yang dibutuhkan TKA untuk bekerja di Indonesia. Tanpa RPTKA, izin kerja dan tinggal akan terhambat, sehingga pemohon terpaksa memberikan uang kepada para tersangka agar prosesnya dipercepat.

Kasus ini diduga telah berlangsung sejak era kepemimpinan Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2009-2014), dilanjutkan oleh Hanif Dhakiri (2014-2019), dan Ida Fauziyah (2019-2024).

Aliran Uang Korupsi Menyeret Pegawai hingga Office Boy (OB)

Hasil korupsi tersebut tidak hanya dinikmati oleh para pejabat tinggi Kemenaker. Uang yang terkumpul juga dibagikan kepada sejumlah pegawai di Direktorat Binaperta Kemenaker.

Sebagian dana digunakan untuk biaya makan siang dan kegiatan non-budgeter lainnya. Jumlahnya diperkirakan sekitar Rp8 miliar. Bahkan, uang tersebut juga sampai ke office boy (OB) dan staf lainnya.

Mereka telah mengembalikan sekitar Rp5 miliar kepada KPK. KPK terus melakukan penyelidikan dan upaya pemulihan aset negara dalam kasus ini.

KPK menekankan pentingnya perbaikan tata kelola perizinan dan penguatan integritas aparatur pelayanan di seluruh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Upaya pencegahan korupsi akan dilakukan secara paralel, baik melalui perbaikan sistem di Kemenaker maupun kajian komprehensif tata kelola ketenagakerjaan di Indonesia.

Kasus ini menjadi bukti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam sistem perizinan di Indonesia. Dengan perbaikan sistem dan penguatan integritas, diharapkan praktik korupsi serupa dapat dicegah di masa mendatang.

Pos terkait